BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kulit merupakan organ tubuh
paling luar sebagai sawar kulit dalam tubuh terhadap lingkungan luar, yang
memiliki komponen yang dinamis. Struktur kulit pada orang dewasa telah matang
dan berfungsi optimal sehingga kulit pada dewasa lebih lembab, berminyak,
tebal, tidak kering dan kenyal. Sedangkan pada bayi umumnya telah lengkap,
namun strukturnya belum berkembang sehingga belum berfungsi optimal. Lapisan
kulit relatif lebih tipis. Bantalan lemak dan kadar air lebih banyak sehingga
kulit bayi terasa lebih lembab, lembut, dan lebih kenyal.
Penting untuk diketahui oleh orang tua bahwa meskipun struktur kulit pada
bayi sama dengan dewasa, tingkat maturitas fungsinya tidak sama. Kulit bayi,
terutama yang baru lahir, sangat halus, lembut dan belum diproteksi secara
maksimal oleh sistem imunitas tubuh. Semua bayi
memiliki kulit yang sangat peka, berbeda dengan kulit orang dewasa yang tebal
dan mantap, kondisi kulit pada bayi yang relatif tipis menyebabkan bayi lebih
rentan terhadap infeksi, iritasi, dan alergi.
Gangguan kulit yang sering
timbul pada bayi antara lain yaitu dermatitis atopik, seborhea, bisul, miliariasis
(biang keringat), alergi dan peradangan berupa ruam kulit yang dikenal dengan
dermatitis diapers atau ruam popok. Dermatitis diapers atau ruam popok adalah
gangguan kulit yang timbul akibat radang di daerah yang tertutup popok, yaitu di
alat kelamin, sekitar dubur, bokong, lipatan paha, dan perut bagian bawah.
Perawatan kulit untuk bayi
dan anak lebih ditujukan untuk pemeliharaan kulit yakni membersihkan, menjaga
kelembaban, dan melindungi kulit terhadap gesekan, kekeringan atau trauma, dan
infeksi serta bukan untuk dekorasi atau mempercantik diri.
1.2.Tujuan
Tujuan penulisan
referat ini adalah untuk memahami
mengenai perawatan kulit pada bayi dan anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi kulit
Struktur kulit terdiri
dari tiga lapisan yaitu:(2)
1.
Kulit
ari (epidermis), sebagai lapisan yang paling luar,
2.
Kulit
jangat (dermis, korium atau kutis), dan
3.
Jaringan
penyambung di bawah kulit (tela subkutanea, hipodermis atau subkutis).
Gambar 1. Anatomi kulit
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar
yang paling menarik untuk diperhatikan dalam perawatan kulit, karena kosmetik
dipakai pada bagian epidermis. Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai
bagian tubuh, yang paling tebal berukuran 1 milimeter pada telapak tangan dan
telapak kaki, dan yang paling tipis berukuran 0,1 milimeter terdapat pada
kelopak mata, pipi, dahi dan perut. Sel-sel epidermis disebut keratinosit. Epidermis
melekat erat pada dermis karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat
makanan dancairan antar sel dari plasma yang merembes melalui dinding-dinding
kapiler dermis ke dalam epidermis.
Pada epidermis dibedakan atas lima lapisan kulit, yaitu :(2)
a.
Lapisan tanduk (stratum corneum),
merupakan lapisan epidermis paling atas, dan menutupi semua lapisan
epiderma lebih ke dalam. Lapisan tanduk terdiri atas beberapa lapis sel pipih,
tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan
sangat sedikit mengandung air. Lapisan tanduk sebagian besar terdiri atas
keratin yaitu sejenis protein yang tidak larut dalam air dan sangat resisten
terhadap bahan-bahan kimia, dikenal dengan lapisan horny. Lapisan horny,
terdiri dari milyaran sel pipih yang mudah terlepas dan digantikan sel baru
setiap 4 minggu, karena usia setiap sel biasanya 28 hari. Pada saat terlepas,
kondisi kulit terasa sedikit kasar. Proses pembaruan lapisan tanduk, terus
berlangsung sepanjang hidup, menjadikan kulit ari memiliki self repairing
capacity atau kemampuan memperbaiki diri. Dengan bertambahnya usia, proses
keratinisasi berjalan lebih lambat. Ketika usia mencapai sekitar 60-tahunan,
proses keratinisasi membutuhkan waktu sekitar 45-50 hari, akibatnya lapisan
tanduk yang sudah menjadi kasar, lebih kering, lebih tebal, timbul bercak putih
karena melanosit lambat bekerjanya dan penyebaran melanin tidak lagi merata
serta tidak lagi cepat digantikan oleh lapisan tanduk baru. Daya elastisitas
kulit pada lapisan ini sangat kecil, dan lapisan ini sangat efektif untuk
mencegah terjadinya penguapan air dari lapis-lapis kulit lebih dalam sehingga
mampu memelihara tonus dan turgor kulit. Lapisan tanduk memiliki daya serap air
yang cukup besar.(2)
b.
Lapisan bening (stratum lucidum)
Terletak
tepat di bawah lapisan tanduk, dan dianggap sebagai penyambung lapisan tanduk
dengan lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih
yang kecil-kecil, tipis dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar
(tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.(2)
c.
Lapisan berbutir (stratum granulosum)
Tersusun oleh sel-sel
keratinosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-butir dalam
protoplasmanya, berbutir kasa dan berinti mengkerut. Lapisan ini paling jelas
pada kulit telapak tangan dan kaki.(2)
d.
Lapisan bertaju (stratum spinosum)
Terdiri atas sel-sel yang
saling berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk
kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju.
Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.
Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi beberapa baris. Bentuk sel
berkisar antara bulat ke bersudut banyak (polygonal), dan makin ke arah
permukaan kulit makin besar ukurannya. Di antara sel-sel taju terdapat celah
antar sel halus yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan
pengantaran butir-butir melanin. Sel-sel di bagian lapis taju yang lebih dalam,
banyak yang berada dalamsusunan kimiawi yang khas; inti-inti sel dalam bagian
basal lapis taju mengandung kolesterol, asam amino dan glutation.(2)
e.
Lapisan benih (stratum germinativum atau stratum basale)
Merupakan
lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak (silinder)
dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-sel torak ini
bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina basalis yaitu
struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Pengaruh lamina basalis
cukup besar terhadap pengaturan metabolisme demoepidermal dan fungsi-fungsi
vital kulit. Di dalam lapisan ini sel-sel epidermis bertambah banyak melalui
mitosis dan sel-sel tadi bergeser ke lapisan-lapisan lebih atas, akhirnya
menjadi sel tanduk. Di dalam lapisan benih terdapat pula sel-sel bening (clear
cells, melanoblas atau melanosit) pembuat pigmen melanin kulit.(2)
2. Dermis
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat
ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat,
kelenjar-kelenjar sebasea atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan
getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Sel-sel
umbi rambut yang berada di dasar kandung rambut, terus-menerus membelah dalam
membentuk batang rambut.(2)
Kelenjar sebasea yang menempel di saluran
kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai permukaan kulit melalui muara
kandung rambut. Kulit jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit
jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata kulit jangat diperkirakan
antara 1-2 mm dan yang paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling
tebal terdapat di telapak tangan dantelapak kaki. Susunan dasar kulit jangat
dibentuk oleh serat-serat, matriks interfibrilar yang
menyerupai selai dan sel-sel.(2)
Keberadaan ujung-ujung saraf perasa dalam
kulit jangat, memungkinkan membedakan berbagai rangsangan dari luar.
Masing-masing saraf perasa memiliki fungsi tertentu, seperti saraf dengan
fungsi mendeteksi rasa sakit, sentuhan, tekanan, panas, dan dingin. Saraf
perasa juga memungkinkan segera bereaksi terhadap hal-hal yang dapat merugikan
diri kita. Jika kita mendadak menjadi sangat takut atau sangat tegang, otot
penegak rambut yang menempel di kandung rambut, akan mengerut dan menjadikan
bulu roma atau bulu kuduk berdiri. Kelenjar sebasea yan menempel di kandung
rambut memproduksi minyak untuk melumasi permukaan kulit dan batang rambut.
Sekresi minyaknya dikeluarkan melalui muara kandung rambut. Kelenjar keringat
menghasilkan cairan keringat yang dikeluarkan ke permukaan kulit melalui
pori-pori kulit. Di permukaan kulit, minyak dan keringat membentuk lapisan
pelindung yang disebut acid mantel atau sawar asam dengan nilai pH
sekitar 5,5. sawar asam merupakan penghalang alami yang efektif dalam menangkal berkembang
biaknya jamur, bakteri dan berbagai jasad renik lainnya di permukaan kulit.
Keberadaan dan keseimbangan nilai pH, perlu terus-menerus dipertahankan dan
dijaga agar jangan sampai menghilang oleh pemakaian kosmetika.(2)
Pada dasarnya dermis terdiri atas sekumpulan
serat-serat elastis yang dapat membuat kulit berkerut akan kembali ke bentuk
semula dan serat protein ini yang disebut kolagen. Serat-serat kolagen ini
disebut juga jaringan penunjang, karena fungsinya adalah membentuk
jaringan-jaringan kulit yang menjaga kekeringan dan kelenturan kulit.
Berkurangnya protein akan menyebabkan kulit menjadi kurang elastis dan mudah
mengendur hingga timbul kerutan. Faktor lain yang menyebabkan kulit berkerut
yaitu faktor usia atau kekurangan gizi. Dari fungsi ini tampak bahwa kolagen
mempunyai peran penting bagi kesehatan dan kecantikan kulit. Perlu diperhatikan
bahwa luka yang terjadi di kulit jangat dapat menimbulkan cacat permanen, hal
ini disebabkan kulit jangat tidak memiliki kemampuan memperbaiki diri sendiri seperti yang dimiliki kulit ari.(2)
Di dalam lapisan dermis terdapat dua macam
kelenjar yaitu kelenjar keringat dan kelenjar sebasea.(2)
a.
Kelenjar
keringat,
Kelenjar keringat terdiri
dari fundus (bagian yang melingkar) dan duet yaitu saluran
semacam pipa yang bermuara pada permukaan kulit, membentuk pori-pori keringat.
Semua bagian tubuh dilengkapi dengan kelenjar keringat dan lebih banyak
terdapat di permukaan telapak tangan, telapak kaki, kening dan di bawah ketiak.
Kelenjar keringat mengatur suhu badan dan membantu membuang sisa-sisa
pencernaan dari tubuh. Kegiatannya terutama dirangsang oleh panas, latihan
jasmani, emosi dan obat-obat tertentu. Ada dua jenis kelenjar keringat yaitu :(2)
a)
Kelenjar
keringat ekrin, kelenjar keringat ini
mensekresi cairan jernih, yaitu keringat yang mengandung 95 – 97 % air dan
mengandung beberapa mineral, seperti garam, sodium klorida, granula minyak,
glusida dan sampingan dari metabolisma seluler. Kelenjar keringat initerdapat
di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kakisampai ke kulit
kepala. Jumlahnya di seluruh badan sekitar dua juta dan menghasilkan 14 liter
keringat dalam waktu 24 jam pada orang dewasa. Bentuk kelenjar keringat ekrin
langsing, bergulung-gulung dan salurannya bermuara langsung pada permukaan
kulit yang tidak ada rambutnya.
b)
Kelenjar
keringat apokrin, yang
hanya terdapat di daerah ketiak, puting susu, pusar, daerah kelamin dan daerah
sekitar dubur (anogenital) menghasilkan cairan yang agak kental,
berwarna keputih-putihan serta berbau khas pada setiap orang Sel kelenjar ini
mudah rusak dan sifatnya alkali sehingga dapat menimbulkan bau. Muaranya
berdekatan dengan muara kelenjar sebasea pada saluran folikel rambut. Kelenjar
keringat apokrin jumlahnya tidak terlalu banyak dan hanya sedikit cairan yang
disekresikan dari kelenjar ini. Kelenjar apokrin mulai aktif setelah usia akil
baligh dan aktivitasnya dipengaruhi oleh hormon.(2)
b.
Kelenjar
sebasea,
Kelenjar sebasea terletak
pada bagian atas kulit jangat berdekatan dengan kandung rambut terdiri dari
gelembung-gelembung kecil yang bermuara ke dalam kandung rambut (folikel).
Folikel rambut mengeluarkan lemak yang meminyaki kulit dan menjaga kelunakan
rambut. Kelenjar sebasea membentuk sebum atau urap kulit. Terkecuali pada
telapak tangan dan telapak kaki, kelenjar sebasea terdapat di semua bagian
tubuh terutama pada bagian muka.(2)
Pada umumnya, satu batang
rambut hanya mempunyai satu kelenjar sebasea atau kelenjar sebasea yang
bermuara pada saluran folikel rambut. Pada kulit kepala, kelenjar sebasea
menghasilkan minyak untuk melumasi rambut dan kulit kepala. Pada kebotakan
orang dewasa, ditemukan bahwa kelenjar sebasea atau kelenjar sebasea membesar
sedangkan folikel rambut mengecil. Pada kulit badan termasuk pada bagian wajah,
jika produksi minyak dari kelenjar sebasea atau kelenjar sebasea berlebihan,
maka kulit akan lebih berminyak sehingga memudahkan timbulnya jerawat.(2)
3. Subkutis
Lapisan ini terutama mengandung jaringan
lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan
permukaan kulit. Cabang-cabang dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju
lapisan kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau
penyangga benturan bagi organorgan tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh
dan sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi
sepanjang kontur tubuh, paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat
di kelopak mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat
bawah kulit juga menurun.Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak, akan
berkurang lemaknya dan akibatnya kulit akan mengendur serta makin kehilangan
kontur.(2)
2.1.1. Anatomi kulit bayi dan anak
Pembagian
kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis atau kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis
tegas yang memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya
jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.(3)
Kulit bayi secara fungsional matang saat lahir. Fungsi sawar epidermis, stratum korneum, utuh dan efektif
melindungi bayi. Namun, bayi berisiko tinggi untuk terkena toksisitas sistemik dari senyawa yang dioleskan secara
topikal. Faktor yang mempengaruhinya
adalah bahwa bayi memiliki rasio luas permukaan tubuh yang lebih luas. Perbandingan luas permukaan kulit dengan berat badan
pada bayi lebih besar daripada orang dewasa (area permukaan kulit bayi 700 cm2/kg
dibandingkan kulit orang dewasa 250 cm2/kg), sehingga
kemungkinan keracunan berbagai bahan toksik menjadi lebih besar karena
tingginya penyerapan melalui kulit.
Selain itu, metabolisme, ekskresi, distribusi, dan pengikatan protein zat bayi
bisa sangat berbeda dari orang dewasa. Kulit bayi pasca melahirkan (gestasi >40 minggu) sering tampak kering dan pecah segera
setelah lahir (Gambar 2). (1,4)
Gambar 2. Kaki bayi yang
baru lahir. Kulit kering, hyperlinear, dan bersisik adalah tipikal bayi pasca
melahirkan.(4)
Tabel 1. Perbedaan struktur kulit bayi premature, matur, dan kulit orang
dewasa.(5)
STRUKTUR KULIT
|
PREMATUR
|
MATUR
|
DEWASA
|
EPIDERMIS
|
Sel kulit tipis,
Stratum
corneum
sedikit,
Produksi
melanin
sedikit
|
Stratum
Corneum
adheren
Konten
melanin
sedikit
|
Epidermis
normal,
Melanin
normal
|
DERMO
EPIDERMAL
JUNCTION
|
Kohesi
yang
minim
antara
epidermis dan dermis
|
Kohesi yang minim antara epidermis dan dermis
|
Kohesi
normal antara
epidermis dan dermis
|
DERMIS
|
Elestik fiber sedikit
|
Elestik fiber sedikit
|
Full elastik fiber
|
RAMBUT
|
Lanugo
|
Vellus
|
Vellus dan rambut
|
KELENJAR
SEBASEUS
|
Besar dan aktif
|
Besar dan aktif
|
Besar dan aktif
|
SARAF DAN
PEMBULUH
DARAH
|
Saraf kecil unmyelinated
|
Saraf kecil
unmyelinated,
pembuluh darah lengkap
|
Normal
|
PERMEABILITAS
|
Permeabilitas tinggi terhadap lemak, peningkatan absorpsi pada seluruh area tubuh
|
Pertahanan tubuh bagus, permeabilitas tinggi terhadap lemak, peningkatan absorbsi pada seluruh area tubuh
|
Pertahanan tubuh bagus terhadap
penetrasi
|
Bayi cukup bulan
mempunyai lapisan kulit dan fungsi pertahanan kulit yang hampir sama dengan
orang dewasa, sedangkan bayi prematur belum berkembang secara sempurna. Secara
struktural tidak terdapat perbedaan antara kulit bayi dan kulit orang dewasa.
Namun perbedaan fisiologis lebih berhubungan dengan perubahan jumlah, ukuran,
bentuk, dan kematangan sel yang dapat dipengaruhi oleh perkembangan usia.(6)
Kulit pada bayi relatif lebih tipis, hubungan antar sel lebih longgar,
jumlah melanosom lebih sedikit, rambut lebih halus (lanugo dan velus) dan
jumlahnya lebih sedikit, serta produksi kelenjar keringat dan kelenjar minyak relatif
kurang. Dermis pada bayi baru lahir relatif lebih tipis, serat kolagen pendek,
tipis, dan mudah larut. Elastin berukuran lebih kecil dan struktur belum
sempurna, sedangkan pembuluh darah dan saraf belum berkembang sempurna.(3)
Neonatus kurang dari 28 minggu usia
kehamilan dan >1000 gr memiliki sawar epidermis yang belum matang, ditandai
dengan tidak adanya stratum korneum yang efektif sebagai fungsi proteksi, dan
tinggi kehilangan air transepidermal. Mereka juga tidak memiliki vernix caseosa.(7)
Gambar 3. Vernix caseosa pada newborn.
Vernix
caseosa adalah lapisan putih krem yang berkembang pada kulit bayi yang
belum lahir pada sekitar 20 minggu usia kehamilan. Vernix diyakini sebagai
pelembab dan melindungi kulit bayi selama dalam rahim. Menjelang akhir usia
kehamilan, vernix yang menutupi bayi akan mulai berkurang, Dan saat lahir,
biasanya sisa lapisan vernix masih dapat terlihat. Vernix dipercaya memiliki
fungsi anti bakteri yang dapat membantu menjaga kulit bayi dari infeksi. Untuk
alasan tersebut, beberapa membiarkannya tetap menempel di kulit bayi saat baru
lahir. Selain itu, sifat vernix yang berfungsi sebagai pelembab juga dapat
membantu mencegah kulit halus bayi mengalami kekeringan. Setelah lahir, kulit
bayi mengalami adaptasi dengan lingkungan luar kandungan.(7)
Setelah lahir, verniks terkelupas
dan kulit terpajan dan beradaptasi dengan lingkungan. Sebagai contoh,
deskuamasi lapisan atas stratum korneum terjadi secara normal pada setiap bayi
dan hal ini merupakan proses adaptif.(5)
Keasaman kulit dibentuk oleh produksi kelenjar keringat (ekrin dan
apokrin), lemak, dan stratum korneum kulit. Stratum korneum pada bayi baru
lahir lebih banyak mengandung air dan produksi kelenjar keringat relatif
sedikit. Saat lahir pH berkisar antara 6.2-7.5 baik pada bayi prematur maupun
bayi cukup bulan. Keasaman kulit kemudian menurun setelah 1 minggu kehidupan
dan secara perlahan menurun sampai mencapai pH 5.0-5.5 yang sama dengan pH
kulit anak dan dewasa. Pada bayi prematur, proses ini memerlukan waktu beberapa
minggu.(5)
2.2. Pemilihan Vehikulum
Vehikulum adalah zat inaktif/ inert yang digunakan dalam
sediaan topikal sebagai pembawa obat/ zat aktif agar dapat berkontak dengan
kulit. Meskipun inaktif, aplikasi suatu vehikulum pada kulit dapat memberikan
beberapa efek
yang menguntungkan, meliputi efek fisik misalnya efek proteksi,
mendinginkan, hidrasi, mengeringkan/ mengangkat eksudat, dan lubrikasi, serta
efek kimiawi/ farmakologis, misalnya efek analgesik, sebagai astringent,
antipruritus, dan bakteriostatik.(8)
Berdasarkan komponen
penyusunnya, vehikulum dapat digolongkan dalam monofasik, bifasik, dan
trifasik. Vehikulum monofasik di antaranya adalah bedak, salep, dan cairan.
Bedak kocok, pasta, dan krim tergolong dalam vehikulum bifasik. Sementara pasta
pendingin merupakan contoh vehikulum trifasik. Selain ketiga kelompok besar
vehikulum di atas, terdapat vehikulum lain yang tidak dapat dimasukkan ke dalam
salah satu golongan tersebut, yaitu jel.(9)
Pembagian lain vehikulum
adalah berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu vehikulum hidrofobik dan vehikulum
hidrofilik. Vehikulum hidrofobik meliputi berbagai hidrokarbon, silikon,
alkohol, sterol, asam karboksilat, ester dan poliester, serta eter dan
polieter. Sementara vehikulum hidrofilik meliputi berbagai poliol dan
poliglikol, sebagian dari golongan ester dan poliester, serta beberapa macam
eter dan polieter. Berdasarkan konsistensinya, vehikulum dibagi menjadi cair,
solid, dan semisolid. Selain berbagai kelompok vehikulum di atas, berbagai penelitian
juga telah dilakukan untuk meningkatkan penetrasi obat topikal ke dalam kulit,
seperti penggunaan liposom dan nanopartikel.(9)
2.2.1. Bedak
Bedak merupakan vehikulum
solid/padat yang memiliki efek mendinginkan, menyerap cairan serta mengurangi gesekan
pada daerah aplikasi. Sebagian besar bedak mengandung seng oksida yang memiliki
efek antiseptik, magnesium silikat dengan efek lubrikasi dan mengeringkan, serta
stearat yang mampu meningkatkan daya lekat bedak pada kulit.(8)
Bedak juga ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah
pertumbuhan mikroorganisme dan antioksidan untuk mencegah bedak
teroksidasi udara luar.
Kemampuan penetrasinya pada kulit yang rendah, menyebabkan penggunaannya
terbatas, antara lain dalam bidang kosmetik. Efek samping yang dapat timbul
pada penggunaan bedak antara lain inhalasi bedak ke dalam saluran napas, penggumpalan
bedak, iritasi, dan dapat memicu pembentukan granuloma. Aplikasi bedak pada
kulit yang iritasi juga dapat menghambat proses penyembuhan.(8)
Para ahli telah meneliti penggunaan urea untuk menggantikan
talk sebagai bahan dasar bedak. Urea merupakan bahan non-alergenik dan non-toksik
bagi kulit, sehingga pemakaiannya jauh lebih aman dibanding bedak konvensional.
Urea memiliki sifat antipruritus, antiseptik, antiinflamasi, menghambat proses
oksidasi, dan dapat
membantu proses penyebuhan
pada kulit yang teriritasi atau mengalami peradangan. Efek yang menguntungkan tersebut
memungkinkan bedak berbahan dasar urea dapat digunakan pada kulit yang
mengalami iritasi.(8)
2.2.2. Salep
Salep merupakan sediaan
semisolid yang dapat digunakan pada kulit maupun mukosa. Bahan dasar salep yang
digunakan dalam dermatoterapi dibagi dalam empat kelompok yaitu; 1) hidrokarbon,
2) bahan penyerapan, 3) bahan dasar emulsi, dan 4) bahan yang larut air (watersolublebased).(8)
Salep berbahan dasar hidrokarbon memiliki efek sebagai
emolien, efek oklusi, dan mampu bertahan pada permukaan kulit dalam waktu lama
tanpa mengering. Bahan dasar hidrokarbon yang paling banyak digunakan adalah
petrolatum putih dan petrolatum kuning. Umumnya bersifat stabil, sehingga tidak
memerlukan zat pengawet. Kelemahannya adalah dapat mewarnai pakaian.(8)
Bahan dasar penyerapan pembentuk salep terdiri atas lanolin
dan turunannya, kolesterol dan turunannya, serta sebagian ester dari alkohol
polihidrat. Kelompok bahan dasar ini memiliki efek lubrikasi, emolien, efek proteksi,
serta karena sifat hidrofiliknya, dapat digunakan sebagai vehikulum obat/ zat
aktif yang larut air. Salep dengan bahan dasar penyerapan bersifat lengket,
namun lebih mudah dicuci dibandingkan yang berbahan dasar hidrokarbon.(8)
Bahan dasar salep yang lain, yaitu bahan dasar pengemulsi dan
bahan dasar yang larut air sering digunakan untuk membentuk sediaan semisolid
yang lain, yaitu krim dan jel. Konsentrasi bahan dasar salep dalam suatu
sediaan berbentuk salep dapat ditingkatkan agar kemampuan penetrasi bahan aktif
yang terkandung di dalamnya meningkat, misalnya sediaan salep khusus yang
disebut fatty ointment.(8)
Konsentrasi bahan dasar salep dalam sediaan tersebut mencapai
lebih dari 90 persen. Sediaan tersebut dapat digunakan untuk kelainan/ penyakit
kulit pada daerah dengan stratum korneum yang tebal, misalnya lipat siku,
lutut, telapak tangan, dan telapak kaki. (8)
2.2.3. Krim
Krim merupakan sediaan semisolid yang mengandung satu atau
lebih zat aktif yang terdispersi dalam suatu medium pendispersi dan membentuk
emulsi. Untuk kestabilan emulsi, digunakan suatu agen pengemulsi (emulsifier). Bahan pengemulsi dapat
terlarut dalam kedua fase cairan penyusun emulsi, dan mengelilingi cairan yang
terdispersi
membentuk titik-titik air mikro
yang terlarut dalam medium pendispersi. Surfaktan maupun beberapa jenis polimer
atau campuran keduanya dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi. Beberapa
contoh surfaktan yang sering digunakan dalam pembentukan emulsi adalah sodium lauril
sulfat, Spans, dan Tweens.(8)
Berdasarkan fase internalnya, krim dapat dibagi menjadi krim oil-in-water dan krim water-in-oil. Krim water-in-oil mengandung air kurang dari 25%dengan minyak sebagai
medium pendispersi. Selain surfaktan, zat pengawet juga seringkali digunakan
dalam sediaan krim
water-in-oil. Sediaan ini
kurang lengket dibanding dua sediaan yang disebutkan sebelumnya, sehingga relatif
sebagai emolien karena kandungan minyaknya, sedangkan kandungan air di dalamnya
memberikan efek mendinginkan saat diaplikasikan. (8)
Krim oil-in-water
mengandung air lebih dari 31%. Formulasi ini merupakan bentuk yang paling
sering dipilih dalam dermatoterapi. Sediaan ini dapat dengan mudah diaplikasikan
pada kulit, mudah dicuci, kurang berminyak, dan relatif lebih mudah dibersihkan
bila
mengenai pakaian. Sebagai
pengawet, biasanya digunakan paraben untuk mencegah pertumbuhan jamur. Bahan
lain yang terkandung dalam emulsi oil-in-water
adalah humektan, misalnya gliserin, propilen glikol, ataupun polietilen
glikol.(8)
Fase minyak dalam sediaan ini juga menyebabkan rasa lembut
saat
diaplikasikan. Wiren K dkk.
(2008) meneliti hubungan antara kandungan lemak dalam sediaan krim oil-in-water dengan kemampuan
penetrasinya. Pada penelitian yang dilakukan secara in vivo tersebut menunjukkan bahwa sediaan krim dengan kandungan
lemak yang rendah memiliki penetrasi yang lebih baik dibanding sediaan dengan
konsentrasi lemak yang lebih tinggi.(8)
2.2.4. Jel
Jel merupakan sediaan semisolid yang mengandung molekul kecil
maupun besar yang terdispersi dalam cairan dengan penambahan suatu gelling agent. Formulasi yang dibutuhkan
dalam membentuk jel adalah air, propilen glikol, dan atau polietilen glikol
ditambah dengan suatu bahan pembentuk jel. Gelling
agent yang biasa digunakan adalah carbomer
934 serta carboxymethylcellulose
dan hydroxypropylmethyl-cellulose
yang merupakan turunan dari selulosa. Bahan dasar pembentuk jel merupakan bahan
yang larut air (water soluble based)
dan tidak mengandung minyak. Bahan ini sangat mudah dicuci, tidak mewarnai pakaian,
tidak memerlukan pengawet, dan kurang oklusif.
Bahan dasar ini lebih sering
digunakan pada sediaan topikal agar konsentrasi pada permukaan kulit lebih
tinggi dan membatasi penyerapan ke dalam kulit, misalnya pada berbagai antifungal
dan antibiotik topikal.(8)
Jel merupakan vehikulum yang cocok untuk banyak zat aktif.
Jel juga relatif mudah diaplikasikan pada kulit, dapat digunakan pada daerah
berambut, serta memiliki penetrasi yang baik. Kekurangan dari sediaan dalam bentuk
jel antara lain efek protektifnya yang rendah sehingga tidak dapat digunakan
sebagai emolien, dan dapat menyebabkan kulit kering dan panas bila kandungan
alkohol atau propilen glikolnya tinggi.(8)
Selain jel berbahan dasar larut air, telah ditemukan juga formulasi
jel terbaru berbahan dasar pelarut organic yang disebut organogel. Bahan dasar
yang digunakan antara lain lesitin, jelatin, dan ester sorbitan. Jel dengan bahan
dasar tersebut umumnya digunakan untuk zat aktif yang sukar larut di dalam air.(8)
2.2.5. Foam
Foam merupakan suatu dispersi
cairan dan atau zat padat dalam medium berbentuk gas. Dibandingkan dengan sediaan
topikal lain, foam merupakan sediaan
yang paling mudah diaplikasikan pada permukaan kulit tanpa memerlukan
penekanan, sehingga sediaan ini menjadi pilihan untuk digunakan pada berbagai
kelainan/ penyakit kulit dengan inflamasi yang berat dan luas, karena penekanan
yang berlebihan pada kulit yang mengalami inflamasi menimbulkan rasa nyeri dan
dapat memperberat reaksi inflamasi.
Sediaan topikal berbentuk foam
dikemas dalam suatu wadah bertekanan yang berkatup. Hal tersebut menjadi salah
satu kelemahan dari sediaan berbentuk foam,
karena proses pembuatan wadah bertekanan merupakan hal yang rumit dan
memerlukan biaya yang tinggi, sehingga harga sediaan berbentuk foam menjadi mahal.(8)
Suatu penelitian yang membandingkan kemampuan bentuk sediaan foam, salep, krim, dan jel dalam
melepaskan zat aktif (betametason valerat) telah dilakukan. Hasil penelitian
menunjukkan sediaan foam memiliki
kemampuan yang sama dengan salep dan jel dalam melepaskan komponen zat aktif,
namun lebih baik dibandingkan sediaan krim.(8)
Penelitian lain dilakukan terhadap 25 orang anak dan bayi
dengan infeksi candida pada daerah popok. Ke 25 subyek diterapi dengan sediaan
berbentuk foam yang mengandung
nistatin, klorheksidin, dan prednisolon. Setelah dilakukan terapi selama 13
hari, seluruh subyek
penelitian, termasuk subyek
dengan manifestasi klinis yang berat menunjukkan kesembuhan.(8)
2.2.6. Bedak Kocok
Bedak kocok merupakan kombinasi antara bedak dan cairan.
Bedak yang terkandung dalam suatu bedak kocok dapat memperluas area penguapan
cairan penyusunnya sehingga memberikan efek mendinginkan. Umumnya bedak kocok
terdiri atas seng oksida, talk, kalamin, gliserol, alkohol, dan air serta
stabilizer. Karena merupakan suatu suspensi, bedak kocok bila didiamkan
cenderung mengendap, sehingga sebelum pemakaian pun harus dikocok terlebih dahulu.(8)
2.3. Perawatan kulit pada bayi dan anak
Perawatan topikal harus mencakup lotion pelembab atau
krim untuk mempertahankan tekstur lembut dan fleksibel kulit bayi dan untuk
mencegah superinfeksi bakteri. Untuk bayi di lingkungan yang kering, pelembab
mungkin perlu digunakan tanpa batas; bayi dalam lingkungan yang lebih lembab
mungkin membutuhkan penggunaan mereka hanya dalam jangka waku pendek atau
intermiten.(4)
2.3.1. Pembersihan kulit
Bayi dapat langsung
dimandikan setelah lahir meskipun umbilical
cord stub belum terlepas. Suhu air untuk mandi tidak melebihi 37°C. Sabun
yang direkomendasikan untuk
kulit bayi normal adalah produk sintetik dengan pH netral atau sedikit asam
yakni sekitar antara pH 5-6, .
Idealnya, pembersih bayi
bebas dari parfum dan pewarna untuk mencegah iritasi.(1)
Mandi terlalu sering (lebih dari tiga kali per minggu selama
tahun pertama kehidupan) dapat menghilangkan minyak alami yang melindungi kulit
bayi. Itu bisa membuat kulit bayi rentan dan kering. Ini juga dapat memperburuk
eksim.(10)
Untuk bulan pertama atau lebih, mandi spons dua atau tiga
kali seminggu akan menjaga bayi Anda bersih dengan aman. Di antaranya, cukup
bersihkan mulut bayi dan daerah popok dengan sedikit air atau pembersih.(10)
Pemandian dengan spons sekali seminggu (atau bahkan kurang)
adalah yang terbaik untuk bayi yang baru lahir dengan warna kulit yang lebih
gelap (seperti orang Afrika-Amerika). Bayi-bayi ini cenderung memiliki kulit
pengering dan memiliki risiko masalah kulit yang lebih tinggi seperti eksim.(10)
Jangan gunakan produk bayi sintetis di bulan-bulan awal. Ini
dapat mengiritasi kulit halus bayi.(10)
Cuci pakaian bayi sebelum dipakai. Gunakan hanya deterjen
cucian bayi yang bebas pewangi dan pewarna. Cuci pakaian bayi, selimut, dan
selimut secara terpisah dari cucian keluarga.(10)
Berikut beberapa cara pembersihan kulit pada bayi menurut
IDAI:(11)
a)
Mandi sebaiknya dilakukan setiap hari dengan suhu
ruangan >25°C, suhu air 37°C dan tidak lebih dari 5 menit.
b)
Gunakan sabun bayi ringan yang sesuai dengan pH netral
kulit (5,5) dengan kandungan parfum dan pewarna yang seminimal mungkin untuk menghindari
reaksi sensitisasi. Bahan di dalam sabun juga harus diperhatikan. Jangan
menggunakan sabun dengan antiseptik (fenol,
kresol), deodoran (triklosan,
heksaklorofen) maupun sabun yang mengandung detergen seperti sodium lauryl sulphate (SLS) yang dapat
menimbulkan iritasi maupun sodium laureth
sulphate (SLES) yang beracun bila terserap kulit si kecil.
c)
Baik sabun maupun sampo bayi umumnya mengandung
beberapa jenis surfaktan sebagai bahan pembersih. Untuk sampo, pilihlah bahan
surfaktan yang aman untuk mata seperti cocamidopropyl
betaine atau natrium lauril propinat.
Pembersih umumnya mengandung surfaktan yang dikenal dengan detergen,
kondisioner kulit yang menyerupai gliserin, parfum, warna, dan pengawet.
Sebagian besar formula pembersih kulit adalah surfaktan. Surfaktan natural
adalah sabun, yang secara tradisonal dibuat melalui proses saponifikasi, yakni
proses pencampuran lemak hewan dan minyak kelapa atau palm oil. dengan alkali. Produk yang dihasilkan adalah fatty acid salt (sabun)
memiliki pH alkaline 9-10.(1)
Surfaktan bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara air dan udara, dan menciptakan busa yang menyebabkan lemak larut sehingga terlepas dari kulit. Penggunaan sabun atau detergen yang mengandung surfaktan menyebabkan kerusakan sawar kulit dengan cara:(1)
a)
Mempengaruhi
integritas hydrophilic film dengan
menciptakan lipid-depleted area
b)
Surfaktan dari
sabun dapat berinteraksi dengan protein stratum korneum
menyebabkan denaturasi protein yang akan
mencetuskan iritasi kulit
c)
Aksi delipidisasi sabun menyebabkan peningkatan pH permukaan kulit yang akan mempengaruhi acid mantle kulit.
Hal ini menyebabkan kulit kering, kasar, dan
terlihat tegang.
Synthetic detergents adalah substitusi sabun
atau non-soap surfactant yang memiliki pH mendekati kulit normal dan kurang iritatif. Syndets
tidak merubah pH kulit dan mikroflora kulit tidak terganggu. Cocoyl isethionate, sodium lauryl sulphate, dan betains merupakan contoh syndet
yang sering digunakan. Namun syndet harganya lebih mahal daripada sabun bayi biasa.
Beberapa agen lainnya yang mengandung lemak dari lanolin, parafin, atau minyak mineral (superfatted)
ditambahkan pada sabun untuk membuat kulit menjadi lembut.(9)
Sampo adalah sabun atau syndet cair yang digunakan untuk mencuci
rambut dan kulit kepala dengan tujuan membersihkan kotoran dan minyak. Sampo bayi dapat
dipergunakan 2-3 kali per minggu pada keadaan normal. Apabila terlalu sering menggunakan sampo,
rambut dapat menjadi kusam dan kulit kepala kering. Bahan kondisioner dianjurkan
dipakai bila anak telah berusia 5 tahun.(9)
Rambut yang penuh dengan
skuama terakumulasi dalam kulit kepala, sampo dapat didiamkan di kulit kepala
selama 10-30 menit
sebelum dibilas hingga bersih. Bayi dengan cradle cap tidak memerlukan medicated shampoo. Penggunaan sampo secara
teratur efektif
mengatasi
cradle cap. Sampo diaplikasikan di kulit kepala dan didiamkan
sampai skuama melunak. Setelah kontak dengan sampo, dilakukan penggosokan dengan lembut sampai skuama terlepas.(9)
Sampo bayi mutlak
menggunakan bahan pembersih yang tidak perih bila terkena mata dan pH mendekati pH air mata
atau isotonik terhadap air mata. Biasanya iritasi terhadap kulit tidak
akan terjadi bila sampo tersebut tidak memiliki potensi untuk mengiritasi mata.
Sampo juga memiliki waktu kontak yang minimal dengan kulit kepala sehingga insiden
dermatitis kontak jarang terjadi. Cocamidopropyl betaine, surfaktan lembut yang sering digunakan pada
sampo dan sabun yang
dijual di pasaran. Pada umumnya sampo mengandung agen pembersih dan lather
enhancer. Pembersih yang terbaik adalah asam lemak rantai medium sampai panjang seperti laureth
sulfate yang merupakan emulsifier yang baik. Seperti halnya sabun yang memiliki “foaming
action”, lather penting untuk efek visual dan
fisiologis sampo. Asam lemak rantai pendek seperti cocamide diethonolamine adalah lather yang
baik untuk sampo. Kandungan lainnya seperti pengawet, pewangi, dan bahan pengental. Pengawet
dibutuhkan untuk mencegah pertumbuhan jamur atau bakteri pada botol sampo. Pada sampo
ditambahkan bahan pengental untuk mencegah sampo mengalir cepat
dan masuk ke dalam mata. Tidak ditambahkan bahan-bahan
yang membuat sampo menjadi opak, maka umumnya sampo bayi jernih dan tembus pandang. Sampo
bayi harus bebas dari parfum, agen anti inflamasi, dan produk natural. Protein,
vitamin, dan produk natural lainnya secara teoritis
tidak mempengaruhi fungsi sampo dan hasilnya.
Namun
kebanyakan sampo bayi yang dijual bebas mengandung surfaktan anionik yang merupakan
pembersih yang adekuat.(9)
2.3.2. Pelembab
Pemakain pelembab untuk bayi dan anak berfungsi mencegah
kekeringan kulit agar fungsi proteksi kulit tetap terjaga, selain itu juga
pelembab bisa melembutkan
kulit bayi dan anak agar tetap putih lembut halus dan sehat. Penggunaan
pelembab pada kulit mempunyai tujuan memperbaiki fungsi pertahanan kulit, mempertahankan
/ meningkatkan kadar air, memperbaiki
barier lipid untuk menarik, menahan dan
mendistribusikan air, dan memelihara integritas
kulit dan penampilan.
Pelembab juga berperan untuk mengurangi gesekan kulit dan meningkatkan hidrasi kulit dengan menyediakan air langsung ke kulit dan meningkatkan oklusi.(12)
Pelembab bekerja
melalui beberapa cara yakni:(12)
1.
Oklusi, yakni
membentuk suatu lapisan film di permukaan
kulit yang akan menghambat penguapan sehingga
meningkatkan
kelembaban kulit. Misalnya vaselin,
minyak
mineral, minyak tumbuhan, dll.
2.
Humektan, yakni
bahan higroskopis yang menyebabkan lapisan
atas epidermis dapat menyerap dan menyimpan
air. Misalnya
gliserin, urea, asam laktat, propilen glikol, dll.
3.
Lubrikasi, yakni melicinkan kulit. Bahan alamiah yang
sering ditambahkan pada pelembab seperti aloe vera atau minyak jojoba.
Bahan aktif yang sering digunakan misalnya bahan
antioksidan seperti vitamin A, C, E, dll. Pelembab untuk bayi tidak mengandung
bahan aktif, hanya ditambahkan pewangi dan pewarna sesuai kadar yang diijinkan.
Bahan pelembab untuk bayi antara
lain baby lotion, baby cream, dan baby oil yang merupakan cara aman dan efektif untuk mengurangi pengelupasan kulit pada bayi baru lahir, memelihara fungsi sawar kulit, mengurangi iritasi di daerah bokong, dan juga digunakan dalam pemijatan (massage). Minyak mineral telah digunakan sebagai pelembab dan untuk pemijatan bayi oleh masyarakat India seperti minyak kelapa, olive oil, dan virgin coconut oil.(12)
Pelembab yang ideal untuk bayi dan balita adalah pelembab dengan pH netral sampai sedikit asam, bebas parfum, bebas pewarna,
dan sangat lunak. Wool
alcohol/ lanolin alcohol, methylchloroisothiazolinone/methylisothiazolinone
(pengawet yang paling sering
digunakan
dalam pelembab), thimerosal, dan
parfum
paling sering menyebabkan
dermatitis kontak alergi pada anak-anak.(12)
2.3.3. Bedak
Bedak bayi digunakan sebagai
pelicin di daerah lipatan kulit untuk mencegah gesekan antar kulit yang dapat
menyebabkan maserasi. Meskipun bedak bayi dapat menyerap keringat, namun
sebaiknya dihindari penggunaannya pada bayi baru lahir. Penggunaan yang berlebihan
juga dapat menyebabkan miliaria dan bedak dapat terhirup bersama udara sehingga
menimbulkan kelainan paru. Bedak mengandung talk yakni bubuk magnesium silikat
yang sama dengan asbes. Bahaya terhirupnya bedak oleh bayi merupakan peringatan
agar bedak digunakan secara hatihati. Bedak dioleskan tipis-tipis pada daerah yang
telah dibersihkan dan tidak ditaburkan ke badan. Bedak dapat menyumbat
genetalia bayi laki-laki. Penggunaan
wewangian pada bedak bayi hanya dianjurkan
bila berasal bunga-bungaan dengan konsentrasi rendah.(1)
Dalam memilih bedak,
utamakan memilih yang terbuat dari bahan mineral seperti talcum karena
ringan, lembut dan netral. Cara menggunakan yang benar adalah dengan meletakkan
pada telapak tangan kita lalu diusapkan tipis dan merata, terutama pada bagian
lipatan yang sudah kering dan bersih. Pastikan bahwa bedak tidak digunakan di
daerah selaput lendir dan kulit yang tidak utuh. Hindarkan pemakaian di wajah
karena bila terhirup dapat menimbulkan gangguan paru-paru.(11)
2.3.4. Pewangi (cologne)
Baby
cologne dan baby hair lotion biasanya
digunakan untuk kesenangan orang-orang di sekitarnya karena bayi sendiri
mungkin tidak dapat merasakannya.
Bahan pewangi yang
digunakan untuk bayi berasal dari
berbagai
macam bunga dengan konsentrasi
rendah.
Pada baby hair lotion umumnya
ditambahkan
pelembab agar rambut tidak kering.(1)
Orang tua seringkali mengoleskan minyak, seperti
minyak telon dan minyak kayu putih pada bayinya. Kedua jenis minyak ini bekerja
dengan cara memperlebar pembuluh darah lokal sehingga timbul sensasi hangat dan
sedikit mengurangi nyeri. Akan tetapi, kelompok minyak ini tergolong dalam
bahan iritan sehingga pemakaian berlebih dapat menimbulkan ruam kulit.(11)
Penggunaan
parfum, baby cologne dan bahan kimia lainnya sebaiknya
dihindari pada usia-usia awal karena pada dasarnya kulit bayi mudah menyerap
bahan yang dioleskan pada kulit dan mudah teriritasi. Pada dasarnya pakaian
bayi dapat dicuci bersama dengan pakaian orang dewasa, namun pastikan bahwa
deterjen yang digunakan bebas dari parfum dan zat pewarna.(11)
2.3.5. Menghindari sunburn
Bayi yang berumur dibawah 6 bulan tidak boleh terkena sinar matahari langsung terlalu lama, karena perlindungan diri terhadap sinar matahari oleh bayi belum berkembang sempurna, paparan matahari yang terlalu lama akan membuat kulit bayi terbakar hanya butuh waktu 10-15 menit akan membuat kulit bayi terbakar. Melanosit adalah sel sel dari kulit tubuh kita yang memberikan warna pada kulit dan sekaligus juga sebagai pelindung terhadap sinar ultraviolet yang merusak kulit.(5)
Kepadatan melanosit secara
keseluruhan lebih besar pada anak-anak dibandingkan
orang dewasa, tetapi produksi melanin
terbatas dan melanosit pada anak-anak lebih rentan
terhadap kerusakan
akibat ultraviolet. Selain itu,
bayi dan anak-anak
tidak mendapatkan pajanan secara
bertahap
yang menstimulasi pigmentasi secara
fakultatif.
Oleh karena itu, bayi dan anak-anak
lebih rentan terhadap kerusakan akibat pajanan matahari yang berlebih, untuk mengatasi hal ini diperlukan
pelindung matahari.(5)
Tabir surya dapat mengabsorpsi, merefleksi atau memantulkan sinar ultraviolet yang berbahaya (spektrum 290-400 nm). Kandungannya yang dapat merefleksi dan memantulkan sinar surya dalam jumlah besar diantaranya UVB, UVA, dan visible light, adalah
zinc oxide dan titanium dioxide. Hindari penggunaan tabir surya yang mengandung PABA (Para-aminobenzoic acid) karena dapat menyebabkan sensitisasi.(10)
Perlu diketahui bahwa
efek buruk dari sinar matahari, seperti sunburn maupun kanker
kulit lebih mudah terjadi pada si kecil dibandingkan dewasa, mengingat betapa
tipis dan rentannya kulit mereka. Proteksi dapat dilakukan dengan cara:(11)
1.
Hindari paparan langsung maupun tidak langsung sinar matahari pada
bayi, terutama pada jam 10 pagi hingga 2 siang, di mana radiasi sinar
matahari sangat kuat.
2.
Lindungi bayi sebisa mungkin dengan berteduh di bawah pohon, payung
maupun kanopi kereta bayi. Hal ini dapat mengurangi papar UV hingga 50%.
3.
Pakaikan baju yang tertutup dari bahan katun yang nyaman dan topi
berdaun lebar.
4.
Sunscreen aman diberikan pada
bayi usia di atas 6 bulan, dengan catatan
jenis
yang digunakan adalah physical sunscreen yang mengandung titanium oxide atau zinc oxide dengan
SPF 30 atau lebih, dan berlabel broad spectrum serta waterproof.
Aplikasikan sunscreen sekitar 15-30 menit sebelum bepergian,
dan berenang pada wajah, punggung tangan dan kaki, ujung telinga dan belakang
leher. Pemakaian perlu diulang setiap 2 jam. Apabila bayi berusia kurang dari 6
bulan dan tidak dapat menghindari pajanan matahari, pakaikanlah sunscreen dengan
SPF 15 di pipi dan punggung tangan saja.
Keamanan aplikasi tabir
surya secara topikal untuk bayi di bawah 6 bulan belum ditetapkan, namun secara
teoritis resiko toksisitas rendah. Strategi lini pertama untuk perlindungan matahari
adalah menghindari paparan matahari, kemudian diikuti dengan penggunaan pakaian dan
tabir surya yang mengandung zinc oxide pada daerah yang tidak tertutup oleh
pakaian seperti wajah dan tangan. Tabir surya digunakan pada bayi dan balita saat berenang dan
bermain pasir. Tabir surya dioleskan pada tubuh dan wajah setengah jam sebelum
terpapar sinar matahari.(10)
2.3.6. Perawatan diaper
rash
Ruam popok disebabkan oleh kelembaban basah dari popok kotor.
Ruam juga bisa timbul ketika kulit bayi tidak dikeringkan dengan benar setelah
mandi. Terkadang, bakteri atau infeksi jamur akan menyebabkan ruam popok. Bayi
yang mengonsumsi antibiotik sangat rentan terhadap ruam popok karena infeksi
jamur disebabkan antibiotik memungkinkan pertumbuhan jamur.
Sebagian besar bentuk ruam
popok tidak memerlukan perawatan medis.
Cara mengobati ruam popok dan mencegah masalah kulit yang baru lahir:(10)
a)
Sering periksa popok.
b)
Ganti popok segera saat basah atau kotor.
c)
Cuci area popok dengan pembersih tanpa pewangi ringan
atau air biasa.
d)
Gunakan kain bersih yang lembut, bukan tisu bayi.
Parfum atau alkohol dalam beberapa tisu dapat semakin mengiritasi dan
mengeringkan kulit bayi.
e)
Tepuk bayi kering. Jangan digosok. Biarkan area popok
kering sepenuhnya sebelum memakai popok baru.
f)
Oleskan lapisan petroleum
jelly yang tebal (seperti Vaseline) atau salep pelindung seperti Desitin
atau A & D.
g)
Jika menggunakan bedak bayi, berhati-hatilah untuk
menjauhkannya dari wajah bayi. Bedak atau tepung maizena dalam bubuk dapat
menyebabkan masalah pernapasan.
BAB
III
PENUTUP
Penting untuk diketahui
oleh orang tua bahwa meskipun struktur kulit pada bayi sama dengan dewasa,
tingkat maturitas fungsinya tidak sama. Kulit bayi, terutama yang baru lahir,
sangat halus, lembut dan belum diproteksi secara maksimal oleh sistem imunitas
tubuh.(11) Semua bayi memiliki kulit
yang sangat peka, berbeda dengan kulit orang dewasa yang tebal dan mantap,
kondisi kulit pada bayi yang relatif tipis menyebabkan bayi lebih rentan
terhadap infeksi, iritasi, dan alergi.(1)
Pembagian kulit secara
garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan epidermis atau
kutikel, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang
memisahkan dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat
longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.(3)
Kulit bayi secara
fungsional matang saat lahir. Fungsi sawar
epidermis, stratum korneum, utuh dan efektif melindungi bayi. Namun, bayi
berisiko tinggi untuk terkena toksisitas
sistemik dari senyawa yang dioleskan secara topikal. Faktor yang mempengaruhinya adalah bahwa bayi memiliki rasio luas permukaan tubuh yang lebih luas. Perbandingan
luas permukaan kulit dengan berat badan pada bayi lebih besar daripada orang
dewasa (area permukaan kulit bayi 700 cm2/kg dibandingkan kulit
orang dewasa 250 cm2/kg).
Perawatan topikal harus mencakup lotion pelembab atau krim untuk
mempertahankan tekstur lembut dan fleksibel kulit bayi dan untuk mencegah
superinfeksi bakteri. Untuk bayi di lingkungan yang kering, pelembab mungkin
perlu digunakan tanpa batas; bayi dalam lingkungan yang lebih lembab mungkin
membutuhkan penggunaan mereka hanya dalam jangka waku pendek atau intermiten.(4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Tabri F, Sidiq
HF. Perawatan Praktis: Kulit Bayi dan Balita. Makassar: Al Hayaatun Mufidah;
2016. 1 p.
2. Wasitaatmadja
SM. Anatomi Kulit. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. 6th ed. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2011. p. 3–7.
3. Boediardja SA.
Perbedaan Fisiologis Kulit Bayi/Anak, Dewasa, dan Lansia. In: Boediardja S,
Sugito T, Indriatmi W, Evita M, Prihianti S, editors. Masalah Kulit dan
Keputihan pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009. p. 1–15.
4. Eisen AZ,
Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA. Fitzpatrick â€TM s Dermatology In
General Medicine Part One : Introduction Part Two : Biology and Development of
Skin Biology and Development of Skin. 2016.
5. Chu DH.
Development and Structure of the Skin. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz S,
Gilchrest B, Paller A, Leffel D, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hills Companies; 2008. p. 57–72.
6. Orlow MCS.
Neonatal, Pediatric, and Adolescent Dermatology. In: Wolff K, Goldsmith LA,
Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffel D, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. 7th ed. New York: McGraw-Hills Companies; 2008. p. 1526–41.
7. Visscher MO,
Pickens WL, Laruffa AA. Original Article Vernix Caseosa in Neonatal Adaptation.
2005;(December 2014).
8. Asmara A,
Daili SF, Noegrohowati T, Zubaedah I. VEHIKULUM DALAM DERMATOTERAPI TOPIKAL.
2012;25–35.
9. Bergstorm K,
Strobber B. Principles of Topical Therapy. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine2. 7th ed. New York: McGraw-Hills Companies; 2008. p. 2091–6.
10. Alli RA.
Natural Baby Skin Care [Internet]. WebMD. 2017 [cited 2018 Apr 6]. Available
from: https://www.webmd.com/parenting/baby/skin-care-tips#1
11. Dianita J.
Memilih Produk Kulit Untuk Anak [Internet]. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014
[cited 2018 Apr 7]. Available from:
http://www.idai.or.id/artikel/klinik/pengasuhan-anak/memilih-produk-kulit-untuk-si-kecil
12. Arie AM. Kiat
Memilih Pelembab Kulit pada Bayi dan Anak. In: Boediardja SA, Sugito TL,
Inriatmi W, Evita M, Prihianti, editors. Masalah Kulit dan Keputihan pada Bayi
dan Anak2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2009. p. 39–44.
0 komentar:
Posting Komentar